Wednesday, 5 July 2017

Cinta yang Kandas Karena Ego Orang Tua dan Pergaulan Part III

Dalam perpisahan antara Citra dan Rendi usai peretengkaran hebat, Citra mengatakan, “Aku sayang kamu, tapi akupun tidak tidak bisa menolak dia, aku bingung,”. Ini merupakan teka – teki yang sulit ditebak oleh Rendi, walaupun dia sudah disakiti, namun dia tetap berharap Citra dapat berubah dan kembali menyanyangi Rendi sutuhnya.

Hari demi hari Rendi lewati tanpa komunikasi dengan Citra melalui surat, karena Rendi enggan mendahului untuk mengirimkan surat walaupun di hatinya sangat mencintai dan berharap Citra kembali. Begitu juga dengan Citra, yang dirundung kebingungan apakah harus memilih Rendi atau selingkuhannya di Yogyakarta.

Dengan berat hati, akhirnya Rendi yang mengalah dia mengirim surat kepada Citra, karena saat itu Citra sudah kembali ke kampus di Yogyakarta. Sebagai seorang lelaki Rendi berani memulai walaupun sudah terjatuh, mental dia bagaikan baja yang tak bisa roboh dihantam badai apapun.
“Mungkin memang saya yang harus memulai. Jika kita sama – sama ego, persoalan ini takan pernah selesai,” kata Rendi sambil merenung memandangi foto sang kekasih.




Akhirnya dia pergi kekantor pos terdekat untuk mengirimkan suratnya, namun saat hendak masuk kekantor pos, tiba-tiba keluarlah laki – laki berkumis tebal dengan badan yang tinggi dari ATM depan kantor pos, menorehlah Rendi kea rah pintu Atm tersebut, ternya pria berkumis tebal itu adalah ayah Citra.

Kaget, malu, dan takut bercampur dalam hati Rendi, namun Rendi tetap santun walaupun sering mendapatkan perlakuan yang kurang enak dari pak kumis (julukan ayah Citra). Akhirnya Rendi menghampiri ayah Citra ingin bersalaman, tapi apa balasan yang didapat untuk Rendi, “Kamu jangan dekati anak saya lagi, kamu tidak cocok untuk dia. Saya sudah menyiapkan laki – laki yang pas buat Citra, cam kan itu nak,” ucap ayah Citra sambil mengarahkan telunjuk tangannya ke depan wajah Rendi.

Mendengar ucapan seperti itu Rendi merundukan kepala sambil mengucapkan kata , “Iya pa. Maafkan Rendi sudah lancang dan nekad untuk menjalin hubungan dengan putri bapak,”.
Kata – kata orang tua Citra membuat Rendi teringat akan ucapan Citra.
“Apakah ini jawaban dari ucapan Citra yang kemarin dia sampaikan. Tapi apa yang kaitannya. Ya Allah beri hamba petunjuk, jika memang dia wanita yang engaku siapkan untuk hamba, persatukan kami. Jika memang dia bukan untuk hamba, hadirkan wanita mana yang engkau ridhoi,” ucap Rendi, sambil mengelus dada.

Akhirya dia masuk ke kantor Pos untuk mengirimkan surat. Isi surat Rendi yang dia kirimkan, “Dear Citra tersayang, maafkan aku yah. Mungkin aku terlalu naïf dan cemburu hingga meninggalkanmu begitu saja kemarin di tukang bakso. Aku akan tetap menyayangimu sampai kapanpun, dari Rendi yang selalu menantimu,”.

Tidak lama kemudian kurang lebih satu minggu, surat yang dikirimkan akhirnya mendapatkan balasan, Rendipun senang karena tidak biasanya surat yang ia kirim mendapatkan balasan cepat tidak sampai ber bulan – bulan.

“Alhamdulillah, surat balasannya datang cepat. Aku tidak sabar nih pengen tau isinya,” sambil tersenyum, dan Rendipun membawa surat itu kemar.

Padahal, rendi belum tau isi surat seperti apa, tapi Rendi sudah menafsirkan jika surat yang di balas cepat ini tidak mungkin hal buruk karena biasanya Citra membalas surat dalam jangka waktu yang lama.

Dengan perlahan Rendi membuka surat itu, dan tak henti tersenyum sumbringah di wajah Rendi. Namun kenyataan yang terjadi berbeda dari apa yang diharapkan Rendi, isi surat itu merupakan surat terakhir dari Citra untuk Rendi.

“Terimakasih yah kamu udah baik banget ama aku. Kamu selalu ada untuk aku, dan akupun bahagia bisa deket sama kamu. Hari – hari aku terasa indah saat bersama kamu, tapi aku tidak bisa menolak keinginan orang tua karena mereka adalah yang melahirkan, merawat, dan mendidikku. Cowo yang mengirim pesan kemarin adalah calon tunanganku, yang merupakan anak dari pemilik perusahaan dimana ayah bekerja. Ayahku dan orang tua Hasan (calon tunangan) sudah bersepakat untuk menjodohkan kami berdua, tapi untuk sementara tunangan dulu karena menunggu selesai kuliah. Sekali lagi Citra mohon maaf, bukan Citra tidak sayang Rendi tapi Citra ingin membuat kedua orang tua Citra bahagia………..Terimakasih untuk semua yang Rendi berikan untuk Citra. Bagi Citra, Rendi adalah laki – laki terbaik dan terhebat,,, (T-T),”.

Air mata Rendi menetes seketika membaca surat ini, dia langsung lari untuk mengambil wudhu dan melakukan sholat dan berdo’a.

“Ya Allah, ini merupakan jawaban terbaik untuk hamba. Terimakasih untuk petunjuk yang diberikan kepada hamba, saya yakin Allah.SWT maha mengetahui yang terbaik untuk setiap hambanya,”.
Kesokan harinya, setelah Rendi melakukan Sholat Duha, tiba – tiba ada petugas pos yang datang kerumah mengatarkan surat. Rendi berpikir surat ini untuk kakanya yang kemarin mengirimkan lamaran ke salah satu perusahaan. Ternyata surat itu bukan untuk kaka nya, tapi untuk dia sendiri tertera di surat nya Muhamad Rendi.

Saat dibuka suratnya, panggilan kerja untuk Rendi di salah satu perusahaan bonafide yang besar di Jakarta. To be continue


Penulis : mohon maaf jika ada kesalahan kata, atau kesamaan nama dari cerita ini, ini hanya sebuah cerita. Kesempurnaan hanya milik Allah.SWT semata.

No comments:
Write comments