Dalam
perpisahan antara Citra dan Rendi usai peretengkaran hebat, Citra mengatakan, “Aku
sayang kamu, tapi akupun tidak tidak bisa menolak dia, aku bingung,”. Ini
merupakan teka – teki yang sulit ditebak oleh Rendi, walaupun dia sudah
disakiti, namun dia tetap berharap Citra dapat berubah dan kembali menyanyangi
Rendi sutuhnya.
Hari
demi hari Rendi lewati tanpa komunikasi dengan Citra melalui surat, karena
Rendi enggan mendahului untuk mengirimkan surat walaupun di hatinya sangat
mencintai dan berharap Citra kembali. Begitu juga dengan Citra, yang dirundung
kebingungan apakah harus memilih Rendi atau selingkuhannya di Yogyakarta.
Dengan
berat hati, akhirnya Rendi yang mengalah dia mengirim surat kepada Citra,
karena saat itu Citra sudah kembali ke kampus di Yogyakarta. Sebagai seorang
lelaki Rendi berani memulai walaupun sudah terjatuh, mental dia bagaikan baja
yang tak bisa roboh dihantam badai apapun.
“Mungkin
memang saya yang harus memulai. Jika kita sama – sama ego, persoalan ini takan
pernah selesai,” kata Rendi sambil merenung memandangi foto sang kekasih.
Akhirnya
dia pergi kekantor pos terdekat untuk mengirimkan suratnya, namun saat hendak
masuk kekantor pos, tiba-tiba keluarlah laki – laki berkumis tebal dengan badan
yang tinggi dari ATM depan kantor pos, menorehlah Rendi kea rah pintu Atm
tersebut, ternya pria berkumis tebal itu adalah ayah Citra.
Kaget,
malu, dan takut bercampur dalam hati Rendi, namun Rendi tetap santun walaupun
sering mendapatkan perlakuan yang kurang enak dari pak kumis (julukan ayah
Citra). Akhirnya Rendi menghampiri ayah Citra ingin bersalaman, tapi apa
balasan yang didapat untuk Rendi, “Kamu jangan dekati anak saya lagi, kamu
tidak cocok untuk dia. Saya sudah menyiapkan laki – laki yang pas buat Citra,
cam kan itu nak,” ucap ayah Citra sambil mengarahkan telunjuk tangannya ke
depan wajah Rendi.
Mendengar
ucapan seperti itu Rendi merundukan kepala sambil mengucapkan kata , “Iya pa.
Maafkan Rendi sudah lancang dan nekad untuk menjalin hubungan dengan putri
bapak,”.
Kata
– kata orang tua Citra membuat Rendi teringat akan ucapan Citra.
“Apakah
ini jawaban dari ucapan Citra yang kemarin dia sampaikan. Tapi apa yang
kaitannya. Ya Allah beri hamba petunjuk, jika memang dia wanita yang engaku
siapkan untuk hamba, persatukan kami. Jika memang dia bukan untuk hamba,
hadirkan wanita mana yang engkau ridhoi,” ucap Rendi, sambil mengelus dada.
Akhirya
dia masuk ke kantor Pos untuk mengirimkan surat. Isi surat Rendi yang dia
kirimkan, “Dear Citra tersayang, maafkan aku yah. Mungkin aku terlalu naïf dan
cemburu hingga meninggalkanmu begitu saja kemarin di tukang bakso. Aku akan
tetap menyayangimu sampai kapanpun, dari Rendi yang selalu menantimu,”.
Tidak
lama kemudian kurang lebih satu minggu, surat yang dikirimkan akhirnya
mendapatkan balasan, Rendipun senang karena tidak biasanya surat yang ia kirim
mendapatkan balasan cepat tidak sampai ber bulan – bulan.
“Alhamdulillah,
surat balasannya datang cepat. Aku tidak sabar nih pengen tau isinya,” sambil
tersenyum, dan Rendipun membawa surat itu kemar.
Padahal,
rendi belum tau isi surat seperti apa, tapi Rendi sudah menafsirkan jika surat
yang di balas cepat ini tidak mungkin hal buruk karena biasanya Citra membalas
surat dalam jangka waktu yang lama.
Dengan
perlahan Rendi membuka surat itu, dan tak henti tersenyum sumbringah di wajah
Rendi. Namun kenyataan yang terjadi berbeda dari apa yang diharapkan Rendi, isi
surat itu merupakan surat terakhir dari Citra untuk Rendi.
“Terimakasih
yah kamu udah baik banget ama aku. Kamu selalu ada untuk aku, dan akupun
bahagia bisa deket sama kamu. Hari – hari aku terasa indah saat bersama kamu,
tapi aku tidak bisa menolak keinginan orang tua karena mereka adalah yang
melahirkan, merawat, dan mendidikku. Cowo yang mengirim pesan kemarin adalah
calon tunanganku, yang merupakan anak dari pemilik perusahaan dimana ayah
bekerja. Ayahku dan orang tua Hasan (calon tunangan) sudah bersepakat untuk
menjodohkan kami berdua, tapi untuk sementara tunangan dulu karena menunggu
selesai kuliah. Sekali lagi Citra mohon maaf, bukan Citra tidak sayang Rendi
tapi Citra ingin membuat kedua orang tua Citra bahagia………..Terimakasih untuk
semua yang Rendi berikan untuk Citra. Bagi Citra, Rendi adalah laki – laki terbaik
dan terhebat,,, (T-T),”.
Air
mata Rendi menetes seketika membaca surat ini, dia langsung lari untuk mengambil
wudhu dan melakukan sholat dan berdo’a.
“Ya
Allah, ini merupakan jawaban terbaik untuk hamba. Terimakasih untuk petunjuk
yang diberikan kepada hamba, saya yakin Allah.SWT maha mengetahui yang terbaik
untuk setiap hambanya,”.
Kesokan
harinya, setelah Rendi melakukan Sholat Duha, tiba – tiba ada petugas pos yang
datang kerumah mengatarkan surat. Rendi berpikir surat ini untuk kakanya yang
kemarin mengirimkan lamaran ke salah satu perusahaan. Ternyata surat itu bukan
untuk kaka nya, tapi untuk dia sendiri tertera di surat nya Muhamad Rendi.
Saat
dibuka suratnya, panggilan kerja untuk Rendi di salah satu perusahaan bonafide
yang besar di Jakarta. To be continue
Penulis : mohon maaf jika ada
kesalahan kata, atau kesamaan nama dari cerita ini, ini hanya sebuah cerita. Kesempurnaan hanya milik
Allah.SWT semata.
No comments:
Write comments