Jakarta, - Banyak kritikan yang dilontarkan oleh
berbagai kalangan untuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013
tentang organisasi kemasyarakatan.
Seperti dilansir dari Merdeka.com
- Langkah
pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu)
Nomor 2 tahun 2017 tentang perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang
organisasi kemasyarakatan terus menuai pro dan kontra sejumlah kalangan. Mulai politikus
di DPR hingga ahli hukum mengkritik keputusan singkat pemerintah tersebut.
Kritikan itu salah satunya mengenai aturan dalam Pasal 61 ayat (1)
terkait pencabutan status badan hukum ormas dianggap bertentangan dengan
Pancasila tanpa jalur pengadilan. Sementara pemerintah beralasan penerbitan
Perppu ini didasari oleh situasi yang mendesak.
Salah satu kritik datang dari Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Fahri
mempertanyakan urgensi keluarnya Perppu tersebut.
Dia mencontohkan, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang disebut menjadi
sasaran pembubaran. Menurutnya, aktivitas HTI tidak menunjukkan ancaman
terhadap kedaulatan negara seperti membangun basis militer atau membeli
senjata-senjata.
"Apa sih kedaruratan yang dihadapi pemerintah? Mana daruratnya
ini? Eh Pak Presiden tolong kasih tahu saya daruratnya yang mana ini?
Daruratnya HTI? HTI memang ada beli senjata dari mana? Sedang bangun basis
militer dari mana?" kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan,
Jakarta, Jumat (14/7). Begitu pula
dengan ormas Front Pembela Islam (FPI). Fahri mengaku tidak melihat FPI membuat
kesepakatan-kesepakatan dengan kelompok-kelompok radikal.
"Jangan tiba-tiba out of the blue istilahnya datang darurat
Perppu. Kan enggak boleh gitu negara. Kan ini negara beneran bukan pura-pura.
Jadi bicara dong yang dimaksud kedaruratan itu apa. Itu yang agak mencemaskan
kita sekarang ini," sambung Fahri.
Dia menuding penerbitan Perppu ini dilakukan secara sepihak. Hal itu
karena pemerintah tidak melibatkan DPR, ormas-ormas dan elemen masyarakat untuk
berdiskusi terkait Perppu tersebut.
"Ini misalnya Perppu tentang ormas, tidak ada satupun ormas yang
pernah diajak omong. Atau stakeholder lain yang berkaitan tentang gerakan
masyarakat yang mengadvokasi masyarakat sipil. Kan tidak ada yang diajak rapat,
langsung dibuat Perppu," ucap Fahri.
Menurut Fahri, pemerintah tidak boleh memiliki kewenangan tunggal
mencabut kebebasan warga negara untuk berkumpul, berserikat dan menyampaikan
pendapat yang telah tercantum UU 17 Tahun 2013. Dia pun bertekad melawan Perppu
itu baik di DPR atau saat digugat ke Mahkamah Konstitusi.
"Saya termasuk yang akan melawan dengan cara saya. Kalau PKS
enggak mau melawan, saya melawan sendiri yang tidak mensyukuri reformasi
sendiri. Saya melawan sendiri dan kalau kita kalah kita di sini pasti akan
dihadapi di MK," kata Fahri.
Pemerintah sendiri menanggapi santai kritik tersebut. Pemerintah bakal
menyerap kritik tersebut untuk dijadikan masukan.
"Kalau kemudian ada kritik, ini bagian dari penguatan langkah yang
dilakukan," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Istana Bogor, Jawa
Barat, Jumat (14/7).
Pramono meyakini semua pihak akan menerima Perppu tersebut apabila
telah lengkap membacanya. Sebab, Perppu dikeluarkan dalam rangka menjaga
menyelamatkan ideologi bangsa.
"Yang ingin kita selamatkan adalah negara, kesatuan bangsa. Yang ingin kita selamatkan adalah republik dalam jangka panjang," ujarnya.
"Yang ingin kita selamatkan adalah negara, kesatuan bangsa. Yang ingin kita selamatkan adalah republik dalam jangka panjang," ujarnya.
No comments:
Write comments