Saturday, 15 July 2017

PAN dan PDI Beberkan Terkait Jokowi

Jakarta- Hubungan baik tidak dapat di jamin dari sebuah koalisi Partai. Selisih paham dan pemikiran sering terjadi, diantaranya anatara Partai PAN, dan PDIP dengan orang nomor satu di indonesia.

Seperti dilansir dari merdeka.com - Meski sama-sama satu koalisi sebagai pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo, hubungan antara Partai Amanat Nasional (PAN) dan PDIP, tak mesra. Bahkan, hubungan kedua parpol tersebut terkesan sedang memanas. Baik itu PAN dan PDIP, sama-sama membeberkan borok ke Jokowi.

Awalnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyindir PAN karena beberapa kali berbeda sikap dengan partai-partai pendukung pemerintah. Hal itu terlihat mulai dari Pilgub DKI Jakarta, Revisi UU Pemilu hingga Perppu Pembubaran Ormas.

Di Pilgub DKI Jakarta, PAN memutuskan mendukung Anies Baswedan - Sandiaga Uno sementara partai pendukung pemerintah memilih Basuki T Purnama- Djarot Saiful Hidayat. Begitu pula di Revisi UU Pemilu, PAN mendorong angka ambang batas pencalonan presiden dihapus, di saat partai pemerintah ingin di angka 20 persen.

Hasto menegaskan, partai-partai pendukung pemerintah harus solid, tak boleh setengah-setengah mendukung pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Menurut Hasto, Presiden Jokowi seharusnya melakukan evaluasi terhadap partai yang membelot dari sikap partai pendukung pemerintah lainnya.

"Ketika partai menyatakan mendukung tapi di tingkat implementasi justru bersifat setengah-setengah, Presiden punya kewenangan untuk melakukan evaluasi, tetapi PDIP bukan dalam posisi untuk mendorong-dorong," kata Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis (13/7).

Oleh karena itu, lanjut Hasto, partai yang menyatakan berbeda sikap dengan sikap partai pemerintahan lebih baik keluar dari koalisi. "Ketika pihak-pihak sudah menyatakan berbeda tentu saja kita harapkan ada sebuah kedewasaan untuk menyatakan berada di luar pemerintahan sekalipun. Kita akan hormati. Karena apapun posisi politiknya terhadap pemerintahan maupun di luar pemerintahan akan menyehatkan demokrasi. Tapi jangan bersikap setengah-setengah, jangan bersikap tidak jelas," tegas Hasto.

Sedangkan Sekjen PAN Eddy Soeparno menjelaskan, partainya tak bisa dibilang beda sikap dengan partai pemerintah dalam revisi UU Pemilu yang kini tengah dibahas di DPR. Partai pemerintah ingin presidential threshold senilai 20 persen, tapi PAN malah ingin dihapuskan.

"Mengenai UU Pemilu kan kita sudah bersikap, bahwa untuk beberapa hal kita pada prinsipnya kita koperatif. Tapi ada beberapa hal penting, kita minta diperhatikan. Intinya, bagi kami kalau dipermasalahkan PT 20 persen pada prinsipnya PAN terbuka untuk melakukan pembicaraan, jadi bukan kita beda pendapat dengan partai koalisi, tidak," kata Eddy saat dihubungi merdeka.com, Kamis (13/7).

Terkait dengan Pilkada DKI Jakarta, Eddy menegaskan, wajar saja jika PAN berbeda dengan pemerintah. Sebab, pemerintah harus netral, tidak ikut campur dalam hal Pilkada.

Politikus senior PAN Drajad Wibowo mengakui partainya beberapa kali mengambil sikap politik yang berbeda dengan Presiden Jokowi. Seperti halnya dalam Pilgub DKI 2017.

"Presiden kan secara formal netral. Sementara PAN termasuk Ketua Wanhor Pak Amien Rais dan Ketua MPP Mas Tris yang juga Ketua KEIN aktif berkampanye mengalahkan Ahok," terang mantan Wakil Ketua Umum PAN ini dalam pesan singkatnya, Jakarta, Jumat (14/7).

PAN, lanjut dia, juga tidak jarang bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah seperti Perppu No 2 tahun 2017 tentang ormas. Kemudian Amien Rais bahkan sering berseberangan dengan Presiden dan Amien menjadi salah satu tokoh kunci demo 411 atau aksi lainnya. Di mana banyak sekali kader PAN yang turun ke jalan.

"Jadi wajar jika PDIP melalui Mas Hasto bersikap seperti itu. Meski demikian, harus diakui bahwa PDIP sendiri beberapa kali tidak sejalan dengan Presiden, bahkan berseberangan. Kasus Menteri BUMN Rini Soemarno adalah contohnya," bebernya.

Jika sepenuhnya mendukung Presiden, tegas Drajad, PDIP seharusnya mendukung Rini menjalankan perintah Presiden. Dalam banyak hal, PDIP justru di barisan depan mengganggu, atau minimal ikut mengganggu Rini. Mulai dari penolakan Rini hadir di Komisi VI, kritik keras terhadap PMN bagi BUMN hingga kasus Pelindo 2 / Jakarta International Container Terminal (JICT) dan proyek Semen Indonesia di Rembang.

"PDIP selalu menggoyang Rini, sementara di seberangnya, Presiden Jokowi terlihat mengandalkan Rini. Jadi gampangnya, PDIP, PAN dan parpol lain di dalam kabinet sebenarnya sama-sama bandel terhadap Presiden. Tapi memang harus diakui bahwa PAN jauh lebih bandel dibanding PDIP," jelas Drajad.

"Apakah itu akan membuat Presiden menggusur PAN dari kabinet? Atau Presiden justru memberi tambahan kursi politik bagi PAN, entah di dalam atau di luar kabinet? Saya tidak tahu. Itu kewenangan Presiden sepenuhnya," tutupnya.

No comments:
Write comments