Kadang-kadang kita menjumpai kasus di mana
sepasang suami istri meninggal dunia di waktu yang berdekatan. Bisa jadi
dalam beberapa bulan, minggu, atau bahkan beberapa jam setelah
pasangannya meninggal lebih dulu. Hal yang sama kadang juga terjadi pada
saudara kembar, orangtua dan anak, atau dua orang yang memiliki ikatan
emosional kuat. Hal ini lantas menimbulkan pertanyaan, bisakah manusia
meregang nyawa karena patah hati ditinggalkan orang yang disayangi?
Menurut
sebuah artikel yang dilansir MensXP.com, hal itu mungkin saja terjadi.
Sebuah studi oleh British Heart Foundation (BHF) dan University of
Aberdeen menemukan bukti bahwa sindrom patah hati merupakan kondisi
medis yang nyata, bisa menyebabkan kerusakan temporer atau permanen pada
jantung, dan dalam beberapa kasus bisa membawa penderitanya kepada
kematian.
Nama ilmiah sindrom ini adalah takotsubo cardiomyopathy,
sebuah kondisi di mana otot jantung melemah karena guncangan emosional
atau stres fisik yang intens. Pemicu utamanya adalah tekanan emosional,
salah satunya yang disebabkan karena kematian orang yang dicintai.
Tim
peneliti memantau kondisi 52 pasien takotsubo selama empat bulan.
Dengan menggunakan ultrasound dan MRI jantung, para peneliti
menyimpulkan bahwa sindrom ini memiliki pengaruh permanen pada gerakan
memompa jantung dan menunda vibrasi yang terjadi saat jantung berdetak.
Kondisi ini juga dikatakan dapat menghambat gerakan meremas jantung,
menyebabkan jantung berkontraksi dengan cara yang tak wajar.
BHF
mendefinisikan takotsubo sebagai suatu kondisi temporer. Pada penderita
takotsubo, ventrikel kiri, salah satu ruang di jantung mengalami
perubahan bentuk. Kondisi ini akan mengganggu kemampuan jantung untuk
memompa darah. Dalam keadaan terburuk bisa menyebabkan gagal jantung. [tsr]
No comments:
Write comments